Tradisi dan kehidupan yang tidak bisa lepas dari pasir tersebut, sepintas membuat pengunjung yang datang ke sana heran. Pasalnya, saat menginjakkan kaki pertama, Anda akan melihat warga sekitar tidur lelap dan bermain di atas hamparan pasir, yang biasanya sudah tersedia di depan rumah.
Demikian juga saat menengok kamar tidur milik warga sekitar yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Mata akan terbelalak dan agak terheran-heran, karena hampir seluruh kamar tidur tidak ada kasur, melainkan diganti dengan tumpukan pasir yang dijadikan tempat tidur.
"Warga di sini sudah terbiasa tidur di atas pasir, bahkan sebagian besar tidak memiliki kasur," ujar tokoh masyarakat Legung, H Asyari (50).
Kehidupan sekira 900 kepala keluarga (KK) sudah identik dengan pasir, dan hal tersebut sudah menjadi warisan nenek moyang. Sejak mereka lahir dan sudah menjadi warisan dari sesepuh. Bahkan, beberapa warga sudah terbiasa melahirkan di atas pasir.
Hingga saat ini, warga menganggap pasir sudah menjadi kebutuhan hidup. Di sisi lain juga masih percaya bahwa dengan tidur di atas pasir, bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti pegal linu, kusta, gatal-gatal dan juga bisa untuk terapi penyakit stroke.
"Tradisi seperti itu (tidur di pasir), sudah mendarah daging dan warga yakin bisa menyembuhkan penyakit," tambah Asyari.
Surami (45), salah satu warga Desa Legung, Kecamatan Batang-Batang yang mengaku telah terjangkit penyakit stroke, bisa sembuh dengan terapi tidur di pasir. Selain tidur di pasir, dia mengaku juga mengambil segumpal pasir dan dipijitkan ke beberapa bagian tubuh yang kena penyakit stroke.
"Setiap hari, saya terapi dengan pasir dan hasilnya, penyakit yang diderita sembuh total," ungkapnya.
Praktis, tradisi manusia pasir tersebut tidak hanya menjadikan rasa penasaran warga yang ada di daerah lain. Bahkan, sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Tak jarang juga dijadikan bahan penelitian kalangan mahasiswa dan ilmuwan. (Mad Topek/ Bai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar