Para pengunjung atau wisatawan biasanya akan melemparkan kacang yang mereka bawa sebagai makanan bagi para kera tersebut. Meski hewan ini masih tergolong kera liar, mereka sangat jarang menyerang pengunjung. Apalagi jika wisatawan rajin melemparkan kacang pada mereka.
Kera – kera penghuni hutan yang hanya memiliki luas tidak lebih dari 15 hektar ini, terlihat saat pagi dan sore hari. Mereka biasanya tidak asal keluar atau tidak gampang terlihat.
Jika tidak ingin pulang dengan hanya melihat rimbunan pepohonan, alangkah baiknya jika para wisatawan mengajak juru kunci hutan ini, yakni Abdul Aziz Jaying. Sang juru kunci akan turun langsung/ dengan panggilan khusus agar kera datang.
Abdul Aziz Jaying juga menjelaskan, tanpa panggilan khusus tersebut biasanya para kera ini enggan untuk keluar menemui pengunjung. Menurutnya, sejak jaman dulu memang begitulah para nenek moyangnya memanggil kera-kera di Hutan Nepah.
Dari babat tanah Madura, Abdul Aziz Jaying menceritakan bahwa awalnya Hutan Nepah ini merupakan sebuah kerajaan kecil yang didirikan seorang raja bernama Raden Segoro, cucu Raja Giling Wesi dari Jawa.
Di tengah keberhasilan Raden Segoro memimpin kerajaan nepah tersebut, seorang patih yang di percayainya membangkang terhadap Raden Segoro, sehingga sang patih dikutuk menjadi seekor kera bersama beberapa pengikut lainnya yang juga membangkang. Karena itulah Hutan Nepah ini juga disebut hutan kerajaan kera.
Keberadaan ribuan kera di Hutan Nepah ini tidak hanya diketahui masyarakat sekitar. Namun juga warga dari luar Kabupaten Sampang maupun dari luar Madura yang sengaja datang berkunjung ke kawasan hutan ini terutama saat liburan.
Lokasi ini memang cocok untuk menjadi wana wisata atau wisata hutan baik untuk keluarga maupun siswa sekolah, agar mengetahui langsung kekayaan hayati negeri ini. Apalagi lokasi hutan kera Nepah ini tepat berada di pinggir pantai Nepah yang juga bisa menjadi tempat rekreasi. (Mad Topek)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar